Minggu, 24 Oktober 2010

FENOMENA “TATA NIAGA TEMBAKAU MADURA” (jilid 1)



Oleh : M. HAZIN MUKTI
          Staf Pengajar Fakultas Teknik – Universitas Madura
          Direktur IPPAD

A. Pendahuluan
Tata Niaga Tembakau Madura terbentuknya sampai sekrang belum bisa di ketahui secara pasti apakah Pabrikan yang menciptakan atau kesepakatan antara Pemerintah Daerah dengan pihak Pabrikan, hasil penelusuran di lapangan ternyata juga tidak jelas, tetapi yang pasti Tata niaga Tembakau Madura yang sudah sejak dulu terjadi seperti saat ini.
Dan yang lebih menarik setiap Tahun/musim tembakau selalu terjadi Polemik baik dikalangan Petani, Pedagang, maupun Pihak Gudang Pabrikan yang merupakan kepanjangan tangan Pabrikan untuk membeli Tembakau Rajang Madura.
Tolok Ukur Tembakau Madura baik kwalitas maupun kwantitas adalah Tembakau Pamekasan hal ini bisa dilihat Gudang Pembelian Tembakau yang merupakan kepanjangan tangan dari Pabrikan Berada di Kabupaten Pamekasan, memang pada awalnya Tembakau Madura arealnya berada di Kabupaten Pamekasan yang akhirnya lahan tersebut berkembang ke Kabupaten Sumenep, Sampang bahkan sudah merebah ke Bangkalan.
B. Sistem Tata Niaga Tembakau
Yang dimaksud dengan Sistem Tata Niaga Tembakau Madura adalah Proses pembelian Tembekau Madura oleh Pabrikan, Pabrikan dalam proses pembelian melalui Gudang yang telah ada di Kabupaten Pamekasan, bahkan Kabupaten Sumenep juga sudah ada juga ( Gudang Garam ).
Pihak Pabrikan yang telah memiliki “Gudang Pembelian” adalah Gudang Garam, Samporna, Djarum, Wismilak, Bentol dan Pabrikan dari Rokok-rokok lainnya yang pembeliannya tdk cukup besar seperti Oepet, Niki, Reco Pentung dll.
Dari sekian Pabrikan Proses pembelian Tembakau ada 2 (dua) Model yaitu :
1. Model Pembelian Pihak “Gudang Pabrikan” Melalui “BANDUL”
Bandul adalah Orang yang ditunjuk (dipercaya) oleh Pihak “Gudang Pabrikan” untuk memasukkan Tembakau (menjual ke “Gudang Pabrikan”), artinya siapapun baik itu Petani maupun Pedagang(tengkulak) yang ingin memasukkan (menjual) Tembakau ke “Gudang Pabrikan” harus melalui “BANDUL” tersebut.
Model ini Proses pembelian “Gudang Pabrikan” di sortir langsung. jadi berapapun jumlah Tembakau yang akan di beli disortir oleh Grider secara langsung apabila tdk masuk pada gride yg dikehendaki maka tembakau tsb akan di tolak atau gridenya/kelasnya turun apabila sepakat akan dibeli, biasanya jarang terjadi tembakau ditolak karena pihak Bandul sudah lebih dulu mengecek tembakau yang akan di masukkan ke “Gudang Pabrikan”.
Dan Model ini biasanya sangat tampak kegiatan pembelian Tembakau yang dilakukan oleh “Gudang Pabrikan”, karena biasanya terjadi antrian kendaraan pengangkut Tembakau tsb. untuk menunggu giliran disortir.
2. Model Pembelian Pihak “Gudang Pabrikan” melalui “RANTING”
“Ranting” adalah orang yang di tunjuk oleh “Gudang Pabrikan” untuk membeli Tembakau dan biasanya “ranting” ini dalam pembeliannya sudah mendapat kapasitas order yang harus dipenuhi (sudah ditetapkan besaran ordernya oleh pihak “Gudang Pabrikan”), dan kemudian pihak “Ranting” mengirim contoh ke “Gudang Pabrikan” setelah ada kesesuaian biasanya pengiriman tembakau secara keselurauhan beberapa bulan kemudian pada saat pihak “Gudang Pabrikan” mau mengirim hasil pembelian Tembakau ke Pabrik. Dari Model “Ranting” ini pada umumnya pihak “Ranting” memiliki gudang sendiri. Biasanya pada saat musim model ini tidak begitu tampak kepermukaan permasalahan dan polemik pada proses pembelian.

Tidak menutup kemungkinan dari model tersebut baik “Bandul” maupun “Ranting” masih ada rantai Tata Niaga lagi antara Petani dan “Bandul” / ”Ranting” ada tengkulak bahkan muncul “Bandul-bandul” lagi. Jadi memang kenyataan lapangan jarang sekali Petani bisa langsung menjual hasilnya ke “Gudang Pabrikan” (bahkan kecil kemungkinan terjadi).
Yang lebih memprihatinkan agak sulit ditemukan petani ansih melainkan kebanyakan masyrakat menjadi buruh tani, bahkan mereka yang memiliki tanah disewakan dan ada yang pemilik tanah lebih suka menjadi buruh tani, yang petani ansihpun sama halnya sebagai buruh tani karena kenyataan mereka modal bertani pinjam, begitu panen hasil penjualan tidak cukup membayar pinjaman tersebut. Apa bedanya kondisi seperti ini bila dibandingkan pada zaman colonial Belanda. Hanya beda pelaku.
Dilihat Sistem Tata Niaga tersebut sangatlah sulit untuk menstabilkan harga tembakau karena mata rantai pembelian tembakau yang terbentuk boleh dibilang panjang sehingga sangatlah tidak menguntungkan bagi Petani khususnya sebagian besar masyarakat Madura, melihat kondisi Sistem Tata Niaga yang sudah demikian Petani jarang meproses Tembakaunya shg menjadi rajangan, yg terjadi Petani menjual Tembakau yang masih belum di Panen/ masih disawah. Kejadian ini Petani semakin tidak menguntungkan.
Padahal kenyataan yang sebenarnya Tembakau Madura merupakan Komoditi yang sangat Potensi bahkan sangat menguntungkan kalaupun Pemerintah mau mengelola secara khusus dan serius, hal ini bisa dibuktikan dengan kasat mata dan siapapun orangnya bisa melihat kenyaataan ini, lebih-lebih pihak perbankkan yang lebih mengetahui peredaran Uang pada saat musim Tembakau / pada saat pembelian tembakau sudah dimulai oleh “Gudang Pabrikan”. Dari sisi lain bisa kita lihat bahwa tembakau Madura sangat potensi, terjadi kesenjangan social antara Petani dengan Orang “Gudang Pabrikan”/”Bandul”/”Ranting” yang sangat mencolok, sampai-sampai ada pemeo di tengah masyarakat “Bandul/Ranting/”Tengkulak” pada misim Tembakau Tidak hanya Keluarganya bahkan kucingnyapun di belikan Mobil baru” bahkan tidak hanya itu, masa-masa kejayaan Petani tembakau sudah musnah pada tahun 70an yang namanya Petani Tembakau pada pasca musim luar biasa perubahan sosialnya pada saat itu sampai bingung untuk membelanjakan uangnya, justru sekarang Petani pasca musim bingung mau bayar utangnya.
Ada suatu kejadian pasca musim tembakau, niaga, perdagangan atau jual-beli tembakau masih terjadi tidak hanya tembakau hasil panen tahun tersebut bahkan tembakau hasil panen tahun-tahun lampau. Artinya apa tembakau merupakan Komodite yang menjanjikan bagi para pialang ataupun pedagang ini lebih mencolok lagi semakin banyaknya gudang bertumbuhan bahkan pemerintah sulit untuk mencegah walaupun sudah melanggar tata ruang yang sudah di Perdakan. ( berlanjut…… )

1 komentar:

Anonim mengatakan...

oke banget pak bos infonya, klo begitu perlu adanya upaya penyelamtan petani tembakau (PT):
pak bos, adakah jalur perdagangan tembakau untuk di ekspor ke luar? sebagai alternatif untuk membantu PT.